Saturday, March 30, 2013

Musim buah atau musim pemilu ?



Ibarat buah durian, yang hanya berbuah pada musimnya. Tak jauh beda dengan partai politik yang hanya hadir ketika jelang pemilu .Berbagai macam kegiatan di selenggarakannya demi memancing partisipasi masyarakat seperti membangun sekolah, bagi-bagi sembako, mengajarkan bertani, kampanye di lokasi bencana , kampanye di hadapan media serta diberikan kesenangan dan kenikmatan sesaat, seperti baju kaos, uang, beras gratis, dan lain sebagainya . Berbagai macam slogan tertempel di spanduk , visi-misi yang sangat menarik. Lalu apakah dengan kegiatan seperti itu hati masyarakat akan luluh? Masyarakat akan terhipnotis ? masyarakat akan percaya dengan iming-iming mereka ? masyarakat akan terlena ?
Lihat saja kenyatannya saat ini, masyarakat telah jenuh akan janji-janji politik dan cari muka para calon kandidiat.,Hal ini terbukti dengan membuminya slogan-slogan “Ambil uangnya, jangan pilih orangnya”. Masyarakat telah cukup berpengalaman berhadapan dengan beberapa kali pesta demokrasi yang juga telah terbukti belum membawa perubahan yang mendasar terhadap tingkat kesejahteraan mereka., karena semakin kedepan, masyarakat semakin cerdas dan melek politik.
Belum lagi kasus korupsi, suap, , dan berbagai isu seputar partai politik lainnya yang menjadi bahan pembicaraan saat ini , bahkan bukan hanya sekedar isu, masyarakat dapat merasakannya sendiri. Ketika mahasiswa mendatangi partai politik untuk praktek lapangan pada mata kuliah tertentu , partai politik umumnya enggan ketika dimintai laporan keuangan, mereka memberikan dengan dalih pendanaan parpol bukan konsumsi publik, atau memberikan laporan yang tidak lengkap, bahkan ada parpol yang mengaku  tidak punya laporan keuangan. Padahal sudah jelas tertera pada Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk mengetahui proses kebijakan publik yang diambil oleh badan publik pemerintah dan jika tidak dipublikasikan,bukankah partai politik ini melanggar UUD yang berlaku?
Padahal transparansi sebuah partai politik sangat penting dalam mengembalikan kepercayan masyarakat sehingga PEMILU jadi lebih jujur, adil dan demokratis. Mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada parpol sejatinya melakukan penyadaran umum kepada masyarakat tentang ideologi yang benar serta cara mewujudkannya. Pertanyaannya adakah parpol yang demikian saat ini ?


Sumber Daya Manusia Pegelola Keuangan Daerah




BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   LATAR BELAKANG MASALAH
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik daerah berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Timbulnya hak akibat penyelenggaraan keuangan negara tersebut menimbulkan aktivitas yang tidak sedikit. Hal itu harus diikuti dengan adanya suatu sistem pengelolaan keuangan negara untuk mengelolanya. Pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud, merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahaan negara. Untuk menjamin pelaksanaan pengelolaan keuangan negara tersebut maka hendaknya sebuah pengelolaan keuangan negara meliputi keseluruhan dari kegiatan-kegiatan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah.

1.2.   RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.2.1.                       Apa pengertian SDM pengelola Keuangan Negara ?
1.2.2.                       Apa tujuan SDM pengelola keuangan negara?
1.2.3.                       Apa saja asas-asas pengelola keuangan negara ?
1.2.4.                       Bagaimana etika pengelola keuangan negara ?
1.2.5.                       Bagaimana kondisi SDM pengelola keuangan negara di Indonesia ?


1.3.   TUJUAN

Penulis Tidak Sekedar menulis tetapi mempunyai tujuan yaitu.:
1.3.1.                       Mengetahui Tentang pengertian SDM pengelola keuangan negara.
1.3.2.                       Mengetahui tujuan SDM pengelola keuangan negara
1.3.3.                       Mengetahui asas-asas pengelola keuangan negara
1.3.4.                       Mengetahui bagaimana etika pengelola keuangan negara
1.3.5.                       Mengetahui kondisi SDM pengelola keuangan Negara di Indonesia

1.4.   MANFAAT

Semoga makalah ini bisa bermanfaat diantaranya :
1.4.1.                     Bagi penulis dan mahasiswa lain, untuk lebih memahami tentang SDM pengelola keuangan negara yang ada di Indonesia
1.4.2.                       Agar bisa dijadika bahan referensi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.   PENGERTIAN SDM PENGELOLA KEUANGAN NEGARA
Pengelolaan keuangan negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. Dalam pelaksanaannya, keuangan negara dapat kita bedakan menjadi dua hal yang sangat penting yaitu keuangan negara yang dipisahkan pengelolaanya dan keuangan negara yang tidak dipisahkan pengelolaannya (dikelola sendiri) oleh negara. Keuangan negara yang dipisahkan, pengelolaanya diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara. Sedangkan keuangan negara yang tidak dipisahkan (dikelola sendiri) tercermin dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara.


2.2 TUJUAN ADANYA SDM PENGELOLA KEUANGAN NEGARA
Tujuan pengelolan keuangan negara secara umum adalah agar daya tahan dan daya saing perekonomian nasional semakin dapat di tingkatkan dengan baik dalam kegiatan ekonomi yang semakin bersifat global, sehingga kualitas hidup masyarakat dapat meningkatkan sesuai dengan yang di harapkan. Adapun yang menjadi arti penting/alasan mengapa keuangan negara harus dikelola dengan baik adalah karena keuangan negara dapat digunakan untuk :
1.      Mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
2.      Menjaga stabilitas ekonomi
3.      Merealokasikan sumber daya ekonomi
4.      Meredistribusi pendapatan

Oleh karena itu perlu adanya SDM yang mengelola keuangan negara yaitu aparat yang berkualitas dalam mengelola keuangan negara . Bila administrasi keuangan buruk tentu saja rakyat akan menanggung akibatnya, karena tata-kelola keuangan yang buruk menyebabkan ekonomi biaya tinggi: pelayanan kepada publik yang buruk, tingkat kerusakan fasilitas publik (seperti jalan raya) yang lebih cepat, dan biaya transaksi yang tinggi.

2.3  ASAS-ASAS PENGELOLA KEUANGAN NEGARA
Tujuan penetapan asas-asas pengelolaan keuangan negara :
-          Mendukung terwujudnya penyelenggaraan good governance dalam penyelenggaraan negara.
-          Menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara
-          Menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan daerah sesuai bab IV UUD 1945.
-          Memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah

Dalam rangka pengelolaan keuangan negara dikenal adanya beberapa asas yang sudah lazim digunakan selama ini yaitu:
a.    Asas tahunan, artinya membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu.
b.   Asas universalitas, mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan utuh dalam dokumen anggaran.
c.       Asas spesialitas, mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terunci secara jelas peruntukannya.
d.      Asas kesatuan,yaitu menghendaki agar semua pendapatan dan belanja negara/daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.

            Selanjutnya pengelolaan keuangan negara/daerah juga mengadopsi asas-asas baru yang berasal dari best practises yang telah diterapkan di berbagai negara untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan keuangan negara/ daerah secara akuntabel dan transparan.

Asas-asas dimaksud terdiri dari:
a. Akuntabilitas berorientasi pada hasil
                        Asas Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku .
            Pemerintah wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan negara, baik pertanggungjawaban keuangan (financial accountability) maupun pertanggungjawaban kinerja (performance accountability).

b.Profesionalitas
            Asas Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku .
            Keuangan negara harus dikelola secara profesional. Oleh karena itu sumber daya manusia di bidang keuangan harus profesional, baik di lingkungan Bendahara Umum Negara/Daerah maupun di lingkungan Pengguna Anggaran/Barang.

c.Proporsionalitas
            Asas Proposionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara .
            Sumber daya yang tersedia dialokasikan secara proporsional terhadap hasil yang akan dicapai. Hal ini diakomodasi dengan diterapkannya prinsip penganggaran berbasis kinerja.

d.Keterbukaan
Asas Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara
           Pengelolaan keuangan dilaksanakan secara transparan, baik dalam perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan anggaran, pertanggung-jawaban, maupun hasil pemeriksaan.

e. Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri
  1. BPK memiliki kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yakni
    1. perencanaan,
    2. pelaksanaan, dan
    3. pelaporan hasil pemeriksaan.
  2. Kebebasan dalam tahap perencanaan mencakup kebebasan dalam menentukan obyek yang akan diperiksa, kecuali pemeriksaan yang obyeknya telah diatur tersendiri dalam UU, atau pemeriksa berdasarkan permintaan khusus dari lembaga perwakilan.
  3. Kebebasan dalam penyelenggaraan kegiatan pemeriksaan antara lain meliputi kebebasan dalam penentuan waktu pelaksanaan dan metode pemeriksaan, termasuk metode pemeriksaan yang bersifat investigatif.
  4. Selain itu, kemandirian BPK dalam pemeriksaan keuangan negara mencakup ketersediaan SDM, anggaran, dan sarana pendukung lainnya yang memadai.
  5. BPK diberi kewenangan untuk mendapatkan data, dokumen, dan keterangan dari pihak yang diperiksa, kesempatan untuk memeriksa secara fisik setiap aset yang berada dalam pengurusan pejabat instansi yang diperiksa, termasuk melakukan penyegelan untuk mengamankan uang, barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara pada saat pemeriksaan berlangsung.
Pemeriksaan atas tanggung jawab dan pengelolaan keuangan negara/daerah dilakukan oleh badan pemeriksa yang independen, dalam hal ini adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pemeriksaan oleh BPK dilaksanakan sesuai dengan amanat undang-undang dan hasil pemeriksaan disampaikan langsung kepada parlemen. Kedudukan BPK terhadap pemerintah adalah independen, dengan kata lain BPK merupakan external auditor pemerintah.

2.4 ETIKA PENGELOLA KEUANGAN NEGARA

            Etika administrasi negara sangat erat berkaitan dengan etika kehidupan berbangsa. Administrasi negara/publik tidak hanya digunakan untuk membenarkan kebijakan pemerintah atau hanya terbatas pada suatu disiplin ilmu saja tetapi lebih jauh dari itu, administrasi negara dijelaskan Wilson (1978) sebagai suatu upaya untuk menaruh perhatian terhadap pelaksanaan suatu konstitusi ketimbang upaya membuatnya. Jadi sangat jelas bahwa dalam administrasi negara dikenal etika administrasi negara yang tujuannya adalah untuk menyelengarakan kegiatan administrasi negara dengan baik, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat. Itu berarti, saat etika administrasi negara digunakan dengan baik oleh para penyelenggara negara (administrator) maka etika kehidupan berbangsa pun dapat berlangsung dengan baik, sebaliknya, apabila etika administrasi negara tidak secara benar melandasi setiap pergerakan dalam administrasi negara maka dapat diindikasikan begitu banyaknya masalah yang berdampak pada kehidupan berbangsa. 
            Etika sebagai penentu keberhasilan atau kegagalan dalam kehidupan berbangsa. Khususnya Etika Politik dan Pemerintah. Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif,  menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, ketersediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar walau datang dari orang per orang ataupun kelompok orang,serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Etika pemerintahan mengamanatkan agar para pejabat memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila dirinya merasa telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara.
            Etika politik dan pemerintah ini sangat erat hubungannya dengan etika administasi negara, karena dalam menyelenggarakan suatu negara diperlukan peran positif dari para pejabat elit politik dan pemerintah, saat para politisi dan pemerintah telah bertindak sesuai dengan etika administrasi negara, maka dapat diperkirakan etika politik dan pemerintah pun berlangsung dengan baik, karena dua komponen ini berhubungan satu sama lain. 
Sebaliknya, saat etika administrasi negara tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka tercipta suatu ketidakseimbangan yang berujung pada masalah-masalah kompleks yang sulit diselesaikan di Indonesia. Karena pada saat ini, dimana seharusnya Indonesia yang menganut sistem demokrasi dapat lebih baik dengan perspektif dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat ternyata harus terpuruk karena pada kenyataannya, hampir semua pejabat politik dan pemerintah hanya memikirkan kepentingan diri pribadi dan kelompoknya. Adanya ‘budaya’ korupsi yang telah sejak lama menodai penyelenggaraan administrasi negara di Indonesia menunjukkan bahwa etika administrasi negara telah sangat dilanggar oleh para penyelenggara negara. Ketika etika untuk mengambil tindakan yang berhubungan langsung dengan kegiatan negara dilanggar inilah maka dapat dipastikan etika politik dan pemerintah sama sekali tidak diperhatikan. Dengan melihat semua fakta itulah, perlu adanya kesadaran bagi seluruh rakyat Indonesia akan pentingnya etika administrasi negara yang mendasari baik buruknya suatu penyelenggaraan negara, dan kemudian etika administrasi negara tersebut sangat menentukan bagaimana etika kehidupan berbangsa, khususnya etika politik dan pemerintah.


            Dalam etika publik, setidaknya ada tiga perhatian , antara lain; 
1. Pelayan publik yang berkualitas dan relevan.
2. Dimensi normatif dan dimensi reflektif (bagaimana bertindak) menciptakan suatu institusi yang adil.
3. Modalitas etika, menjembatani agar norma moral bisa menjadi tindakan nyata (sistem, prosedur, sarana yang memudahkan tindakan etika).
            Berdasarkan perhatian etika publik tersebut, dapat dilihat adanya suatu sistem sensor yang menandai keberadaan etika administrasi negara. Untuk melihat apakah pelayan publik berkualitas dan relevan, apakah dimensi normatif dan reflektif sudah berjalan baik dan meciptakan suatu institusi yang adil dan apakah modalitas etika sudah menjadi tindakan nyata membuat adanya suatu sistem sensor yang menjadi penilai bagi perhatian publik yang ada. 
            Dalam etika administrasi negara yang dapat dikatakan harus melingkupi semua proses penyelenggaraan negara, maka etika administrasi negara tersebut juga terkait dengan kepegawaian, perbekalan, keuangan, ketatausahaan, dan hubungan masyarakat. Pada prakteknya, kepegawaian di Indonesia seringkali berjalan tidak sesuai dengan etika yang ada. Dapat dilihat dari awal, proses seleksi saja sudah mengindikasikan adanya kecurangan misalnya dengan adanya  kasus penyuapan untuk diterima sebagai PNS. Kecurangan ini kemudian berdampak pada perbekalan, karena dengan sumber daya manusia yang kurang berkualitas maka selanjutnya akan dinilai tentang cukup atau tidaknya perbekalan yang telah diberikan. Sama halnya dengan ketatausahaan, tanpa etika administrasi negara, ketatausahaan akan berlangsung tidak transparan dan merugikan masyarakat. Keuangan negara pun rusak karena penyelenggaraan anggaran yang tidak berlandaskan etika administrasi negara, praktek korupsi ada dimana-mana, akuntabilitas publik pun menjadi sesuatu yang sangat dipertanyakan keberadaannya, kalau sudah begitu maka hubungan masyarakat pun tidak akan berjalan dengan baik. Masyarakat sudah mengalami krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Penyelenggaraan negara terlihat berlangsung dengan kacau, itu semua disebabkan karena pengabaian terhadap etika administasi negara. 
            Dengan melihat kenyataan tersebut, perlu adanya kesadaran baik dari pemerintah yang menyelenggarakan kegiatan negara, maupun dari masyarakat yang semestinya dilayani dengan baik oleh negara, keberadaan sistem sensor, praktek organisasi, praktek manajemen, praktek kepegawaian tidak dapat terlepas dari keberadaan etika administrasi negara. Ketika eksistensi etika tersebut dipertanyakan, maka semua komponen negara pun akan menjadi tak jelas berhaluan kemana atau kemana arah dan tujuannya.

2.4  KONDISI SDM PENGELOLA KEUANGAN NEGARA
Sebagai bagian dari inisiatif, BPK melakukan penelitian pada enam kementerian negara/lembaga,20 pemerintah daerah serta 12 perguruan tinggi. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk memperoleh gambaran umum kekuatan dan kelemahan SDM pemerintah dalam mengimplementasikan keuangan negara pada tahun 2004-2008 (5tahun). Hasil penelitian menunjukkan adanya kondisi berikut :
(1) kekurangan SDM yang mengelola keuangan negara, khususnya yang berlatar belakang akuntansi
(2) penempatan SDM yang Keliru
(3) tingkat pemahaman dasar staf mengenai administrasi keuangan negara masih lemah
(4) reward system yang belum tepat
(5) sarana dan prasarana serta proses pendidikan di perguruan tinggi untuk mendukung pengembangan akuntansi sektor publik masih membutuhkan perbaikan mutu.
Atas permasalahan-permasalahan tersebut dibutuhkan komitmen dari seluruh pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk meningkatkan kapasitas SDM pengelola keuangan negara.

      Menghadapi berbagai permasalahan kualitas laporan keuangan di atas, tenaga akuntan yang handal sangat dibutuhkan pada sektor publik baik sebagai pelaksan kebijakan maupun sebagai penentu kebijakan. Hasil penelitian BPK menunjukkan adanya masalah SDM pemerintah pusat dan daerah. Masalah pertama yang terdeteksi dalam penelitian BPK tersebut berkaitan dengan alokasi pegawai pada unit pengelola keuangan.
Data hasil kuesioner menunjukkan bahwa mayoritas, yaitu sebesar 76,77%, unit pengelola keuangan negara diisi oleh pegawai yang tidak memiliki latar belakang pendidikan Akuntansi.Instansi yang disurvei mengemukakan alasan-alasan terkait dengan permasalahan di atas,yaitu (1) tidak memiliki atau kekurangan SDM berlatar belakang pendidikan akuntansi; (2) belum ada kebijakan rekrutmen pegawai berlatar belakang akuntansi; (3) walaupun SDM tersebut bukan berlatar belakang pendidikan Akuntansi, akan tetapi mereka dianggap mampu menjalankan/melaksanakan tugas dengan modal diklat dan bimbingan; (4) adanya kebijakan pimpinan; dan (5) pihak manajemen telah mengajukan usulan tentang formasi personil yang dibutuhkan kepadaKementerian Pemberdayaan Aparatur Negara, tetapi usulan formasi tersebut dirubah/direvisi untuk disesuaikan dengan rencana strategi pemerintah pusat.

Masalah kedua yang terdeteksi dalam penelitian BPK berkaitan dengan tingkat pemahaman dasar staf mengenai administrasi keuangan negara. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata tingkat pemahaman dasar staf mengenai administrasi keuangan negara masih sangat rendah. Responden tingkat pemahamannya hanya 49,94%. Angka ini jelas mengkhawatirkan, terlebih lagi jika diketahui bahwa yang ditanyakan dalam survei hanya pengetahuan dasar, bukan tata-cara pembukuan detail yang membutuhkan kompetensi lebih tinggi di bidang akuntansi sektor publik. Jika dibandingkan, tingkat pemahaman staf yang berlatar belakang pendidikan akuntansi (67,22%) lebih tinggi dari mereka yang bukan berlatar belakang akuntansi (44,71% ).

BAB III
PENUTUP

3.1.   KESIMPULAN
Dari makalah ini penulis menyimpulkan :
1. SDM pemerintah membutuhkan perhatian yang lebih serius dan perlu revolusi jumlah dan mutu SDM pengelola keuangan negara, jika pemerintah menghendaki tata-kelola keuangan yang lebih akuntabel dan transparan. Beberapa hal negatif yang terpotret dari  survei ini misalnya: penempatan yang keliru (mayoritas SDM pengelola dan penyusun laporan keuangan bukan berlatar belakang akuntansi), tingkat pemahaman dasar staf mengenai administrasi keuangan negara yang lemah, penugasan dan reward system yang belum tepat, serta pendidikan dan
pelatihan SDM yang tidak efektif.

2. Sarana dan prasarana serta proses pendidikan di perguruan tinggi masih membutuhkan perbaikan. Survei ini menemukan antara lain: diversitas pendidikan yang terkait dengan ASP,rendahnya riset mengenai ASP, dan jumlah laboratorium serta dosen pengajar ASP yang sedikit.

Permasalahan-permasalahan tersebut membutuhkan kebijakan nasional yang terpadu dengan diawali oleh kajian riil tentang kekuatan dan kelemahan SDM di masing-masing instansi pemerintah sendiri. Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara menduduki posisi sentral dalam melakukan koordinasi perbaikan SDM di semua lembaga yang sekaligus juga dapat diintegrasikan dengan reformasi birokrasi yang sedang berjalan.

3.2.   SARAN
Pada tulisan ini kami ingin menyampaikan saran-saran sebagai berikut :
1.      Masing-masing instansi perlu melakukan kajian internal secara mandiri mengenai kekuatan dan kelemahan SDM masing-masing, khususnya terkait dengan tujuan pencapaian tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan. Survei BPK ini hanya memberi gambaran kecil dan bersifat umum – bukan resep untuk semua penyakit SDM pemerintah. Oleh karena itu, kajian mandiri masing-masing instansi tersebut adalah sebuah keharusan.
2.      Kebijakan umum SDM tersebut harus dijabarkan oleh kementerian negara/lembaga sebagai pengguna dan perguruan tinggi sebagai penyedia kebutuhan SDM terkait dengan peningkatan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.warsidi.com/2010/01/keuangan-negara-definisi-menurut-uu-no.html
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung JawabKeuangan Negara
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan